Selasa, 29 November 2011

koalisi nasional PWYP meminta KLH membatalkan peringkat hijau yang diberikan kepada industri perusak lingkungan

PROTES TERHADAP PROPER 2011

PROPER (Program for Pollution Control, Evaluation and Rating) atau Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup merupakan kegiatan yang dilakukan pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) sejak tahun 2002. Peringkat kinerja penaatan perusahaan ini dikelompokkan dengan kategori emas, hijau,  biru,  merah, dan hitam sebagai peringkat kinerja terburuk.  PROPER bertujuan untuk mendorong peningkatan  kinerja  perusahaan dalam  pengelolaan  lingkungan  melalui  penyebaran  informasi  kinerja  penaatan  perusahaan  dalam pengelolaan lingkungan guna mencapai peningkatan kualitas  lingkungan hidup1
Dalam rangka PROPER periode 2011, Kementerian Lingkungan Hidup mengadakan konsultasi publik secara terbatas pada awal November 2011. Dalam forum tersebut, KLH mendistribusikan list daftar sejumlah perusahaan calon penerima peringkat kategori Hijau, diantaranya adalah perusahaan industri ekstraktif yakni: PT. Newmont Nusa Tenggara dan PT Kideco Jaya Agung.
Setelah kurang lebih satu dasawarsa pelaksanaan PROPER, kami beranggapan bahwa PROPER belum secara penuh mendorong peningkatan kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan, belum memberikan akses informasi secara luas kepada masyarakat terkena dampak dan masyarakat umum, dan belum mendorong terciptanya peningkatan kualitas lingkungan hidup.
Dengan ini kami mengajukan keberatan dan desakan kepada Pemerintah Indonesia mengenai pelaksanaan PROPER sebagai berikut:
1. Keberatan terhadap beberapa perusahaan calon penerima peringkat kategori hijau
a. PT Newmont Nusa Tenggara, saat ini berada dalam proses sengketa hukum Lingkungan di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta terkait dengan pembuangan limbah tailing ke laut2. Selain itu, Newmont juga melakukan praktek pembuangan limbah tailing ke laut3. Berdasarkan Extractive Industry Review yang diinisiasi oleh World Bank di tahun 2000 dan menjadi referensi internasional dalam pengelolaan pertambangan yang baik, pembuangan tailing ke laut seharusnya tidak boleh dilakukan hingga dilakukannya riset yang seimbang dan tidak bias, akuntabel pada pemangku kebutuhan dan terbukti keamanannya4. Hingga saat ini belum ada konsensus dan bukti ilmiah yang kuat akan keamanan dan keselamatan praktek pembuangan limbah tailing ke laut. Sementara itu, penolakan pembuangan tailing ke laut di tingkat internasional menguat dengan terjadinya masalah lingkungan di beberapa negara seperti: Misima Mine di Papua Nugini, Newmont Minahasa Raya di Indonesia, Atlas Copper Mine di Filipina dan lain-lain.
Berdasarkan prinsip kehati-hatian (precautionary principle) yang telah diadopsi oleh Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan, ketiadaan alat bukti ilmiah seharusnya tidak dapat dijadikan alasan untuk melegalkan praktek pembuangan limbah tailing ke laut. Selain itu PT Newmont Nusa Tenggara juga melakukan standar ganda dalam operasinya di Indonesia. Berdasarkan Clean Water Act Amerika Serikat, praktek pembuangan tailing di laut tidak mungkin dilakukan karena adanya standar yang ketat dalam perlindungan biota air5. Akan tetapi hal tersebut dilakukan di Indonesia karena ketiadaan standar yang kuat dan ketat.
b. PT Kideco Jaya Agung. Operasi kapal tongkang PT Kideco mendapatkan keluhan dari masyarakat dengan adanya penggusuran tanah tumbuh petani di sekitar PT Kideco Jaya Agung Kecamatan Batu Sopang, Kabupaten Paser6 dan keluhan rengge7 masyarakat nelayan Desa Air Mati yang hancur ditabrak dan tumpahan batubara dari tongkang mencemari desa8.
2. Keberatan terhadap proses pelaksanaan PROPER yang tidak Transparan
Program PROPER bertujuan untuk mendorong peningkatan  kinerja  perusahaan dalam  pengelolaan  lingkungan  melalui  penyebaran  informasi  kinerja  penaatan  perusahaan  dalam pengelolaan lingkunganm guna mencapai peningkatan kualitas  lingkungan hidup9. Kami berpendapat bahwa orientasi PROPER saat ini tidak untuk menyebarkan informasi sebanyak-banyaknya kepada masyarakat yang paling rentan terkena dampak dari kegiatan industri ekstraktif. Masyarakat tidak tahu menahu mengenai bahan kimia yang dilepas ke lingkungan dan dapat membahayakan keselamatan lingkungan dan manusia, serta bagaimana mengatasinya. Masyarakat dan organisasi non pemerintah hanya mendapat akses laporan hasil PROPER dan tidak mendapat akses terhadap dokumen pendukung keputusan setelah peringkat PROPER diumumkan.
Selain itu, tidak ada prosedur yang jelas mengenai partisipasi masyarakat dalam penentuan PROPER. Pada pelaksanaan PROPER 2011, masyarakat tidak mendapatkan informasi terhadap calon perusahaan yang mendapat peringkat biru. Padahal ini sangat berguna untuk mencegah adanya perusahaan yang dinilai baik akan tetapi di tingkat lapangan terdapat masalah dengan lingkungan dan masyarakat. Penilaian PROPER seharusnya sangat selektif dan hati-hati, tidak “obral” peringkat hijau dan biru. Peningkatan kualitas ingkungan hidup tidak akan terjadi apabila akses informasi dan partispasi yang luas dan mutlak tidak diberikan kepada masyarakat.
3. Keberatan terhadap pelaksanaan PROPER yang dilakukan dengan mendasarkan pada kerangka regulasi yang lemah
PROPER ditujukan untuk meningkatkan kinerja penaatan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Akan tetapi penilaian ini didasarkan pada kerangka regulasi nasional yang lemah. Indonesia tidak memiliki standar baku mutu pencemaran sedimen laut dan sungai yang berguna untuk mengontrol salah satu aspek pencemaran dari kegiatan pertambangan, standar untuk mengontrol emisi PAH (Polycyclic aromatic hydrocarbons) yang di lepaskan ke udara dari kegiatan minyak dan gas bumi yang dilakukan oleh perusahaan ekstraktif. Indonesia juga tidak memiliki Pollutant Release Transfer Registers (PRTRs) yang mewajibkan perusahaan untuk membuka informasi mengenai bahan kimia yang dilepaskan ke lingkungan dari operasinya. PROPER tidak menjadikan rekomendasi bagi para penentu kebijakan untuk mengkaji ulang, memperbaiki dan memperketat regulasi dan standar lingkungan yang harus dipatuhi oleh pelaku usaha. Berkaca dari hasil PROPER sebelumnya, tidaklah mengherankan apabila beberapa perusahaan yang mendapatkan kategori hijau dan biru ternyata dinilai tidak layak oleh masyarakat serta terdapat masalah dalam pengelolaan limbahnya yang diakibatkan ketiadaan standard. Penilaian PROPER seharusnya mulai mempertimbangkan penerapan praktek-praktek terbaik internasional dan standard internasional khususnya bagi perusahaan internasional.
4. Perlunya review terhadap sistem dan pelaksanaan PROPER
Kami memandang bahwa selama satu dasawarsa ini, PROPER hanya menjadi kegiatan business as usual. Kami mendesak perlunya kaji ulang yang serius terhadap sistem dan pelaksanaan PROPER dengan mempertimbangkan acuan, penguatan dan pembuatan standard lingkungan, transparansi dalam proses pelaksanaan dan penilaiannya, akses informasi dan partisipasi publik yang luas. Kami juga mendesak agar PROPER dapat menjadi dasar bagi proses penegakan hukum bagi perusahaan yang tidak taat.

Atas pertimbangan hal tersebut di atas, kami mendesak:
1. Penundaan penilaian dan pengumuman PROPER 2011;
2. Pembatalan peringkat hijau bagi perusahaan tersebut di atas;
3. Perbaikan indikator penilaian dan kinerja PROPER secara partisipatif yang meliputi:
a. Adanya mekanisme yang jelas bagi partisipasi masyarakat;
b. Konsultasi publik atas kinerja peserta PROPER;
c. Pemberian akses informasi terhadap dokumen pendukung PROPER setelah PROPER selesai diumumkan;
d. Perbaikan dan peninjauan standar lingkungan, seperti penetapan peraturan mengenai baku mutu sedimen laut dan air, pengundangan PRTRs, dan perbaikan pengelolaan lingkungan di tingkat perusahaan;
e. Proses penegakan hukum yang jelas sebagai tindak lanjut PROPER;


Jakarta, 29 November 2011

1. Indonesian Center for Environmental Law
2. Indonesia Corruption Watch (ICW)
3. Transparancy International Indonesia
4. Pusat Telaah dan Informasi regional (PATTIRO)
5. Institute for Essential Services Reform (IESR)
6. Seknas FITRA
7. Indoneia Parliamantary Center (IPC)
8. Pattiro Institute
9. Gerakan Anti Korupsi Aceh (GeRAK Aceh)
10. Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA)
11. GeRAK Aceh Besar
12. PASKASS
13. Yayasan Puspa Indonesia
14. Akar Bengkulu
15. Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR)
16. Lembaga Pemberdayaan dan Aksi Demokrasi (LPAD)
17. FITRA Riau
18. Walhi Riau
19. BIGS (Bandung Institute of Governance Studies)
20. INFEST Garut
21. West Java Corruption Watch (WJCW)
22. PATTIRO Serang
23. Perkumpulan IDEA
24. Lembaga Penelitian dan Aplikasi Wacana (LPAW)
25. Bojonegoro Institute
26. Gresik Institute
27. Public Crisis Center (PCC) Tuban
28. Gerakan Peduli Rakyat Sampang (GPRS)
29. Pokja 30
30. PADI Balikpapan
31. POSITIF Kalimantan
32. WALHI Kalsel
33. FOKER LSM Tanah Papua
34. KIPRA
35. Jaringan Advokasi Sosial dan Lingkungan (JASOIL)
36. PERDU Manokwari
37. Lembaga Studi & Bantuan Hukum (LSBH) Nusa Tenggara Barat
38. SOMASI
39. YPSHK (Yayasan Pengembangan Studi Hukum dan Kebijakan)
40. LEPMIL (Lembaga Pengembangan Masyarakat Pesisir dan Pedalaman)
41. JATAM

Kontak Person:
1. Henri Subagiyo, Indonesian Center for Environmental Law
Kontak: 081585741001
2. Ridaya LaOdengkowe, Koordinator Koalisi Publish What You Pay Indonesia
Kontak: 08128037964
3. Beggy, JATAM
Kontak: 085269135520

Jumat, 26 Agustus 2011

AKSI LINGKUNGAN


logo GI.jpgALIANSI PEDULI LINGKUNGAN HIJAU (APEL HIJAU) GRESIK.
(GRESIK INSITUTE-DPC F SP LEM SPSI KAB. GRESIK)
Office : KomplekTerm. Bunder B- 46 Gresik, Telp. 031-3959060, E-mail : lem.gresik@gmail.com , gresik.institute@gmail.com

AKSI RAMADHAN “BERSIH HATI BERSIH LINGKUNGAN, SAMBUT KEMENANGAN” 

DALAM RANGKA TURUT SERTA MENINGKATKAN KELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP SEPERTI YANG SUDAH DIAMANATKAN DALAM UU NO 32 TAHUN 2009 TENTANG LINGKUNGAN HIDUP KAMI DARI ALIANSI PEDULI LINGKUNGAN HIJAU (APEL HIJAU) GRESIK MENGAJAK SEMUA KELOMPOK MASYARAKAT, PELAKU INDUSTRI DAN PEMERINTAH DAERTAH UNTUK UNTUK TURUT SERTA SECARA PROGRESSIF MELAKSANAKAN KEGIATAN PEDULI LINGKUNGAN DALAM RANGKA MENGURANGI DAMPAK POLUTAN YANG DIHASILKAN OLEH AKTIFITAS INDUSTRI MAUPUN POLUSI UDARA YANG DIAKIBATKAN OLEH MENINGKATNYA KEGIATAN TRANSPORTASI DARAT DIKAWASAN PADAT INDUSTRI DIWILAYAH KECAMATAN GRESIK, MANYAR DAN KEBOMAS.
MENURUNYA KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN GRESIK SANGAT BERDAMPAK PADA MENURUNYA PRODUKTIFITAS MASYARAKAT GRESIK KARENA POLUSI DALAM BERBAGAI BENTUK MEMILIKI ANDIL YANG SIGNIFIKAN DALAM MENURUNYA KUALITAS KESEHATAN MASYARAKAT. OLEH SEBAB ITU ADALAH TANGGUNGJAWAB KITA BERSAMA, UNTUK TURUT SERTA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS LINGKUNGAN TERSEBUT KARENA PADA HAKEKATNYA KEPERDULIAN TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP ADALAH KEPERDULIAN TERHADAP DIRI KITA SENDIRI.
KEGIATAN INI ADALAH LANGKAH AWAL KAMI DALAM RANGKA MENDORONG KEPERDULIAN SEMUA KOMPONEN MASYARAKAT BERUPA PENANAMAN POHON PRODUKTIF YANG SEMENTARA INI HANYA DILAKSANAKAN DIKAWASAN MANYAR, GRESIK DAN KEBOMAS DAN AKAN DILANJUTKAN DIKEMUDIAN HARI DALAM BENTUK AKSI, DIALOG DAN MENGINISIASI PERDA LINGKUNGAN DI KABUPATEN GRESIK.
 
BAGI WARGA YANG MEMILIKI KTP DIKAWASAN GRESIK, MANYAR DAN KEBOMAS DAPAT MENGAMBIL BIBIT POHON PRODUKTIF YANG TELAH DISEDIAKAN OLEH PANITIA SELAMA PERSEDIAAN MASIH ADA DAN BERSEDIA MENANDATANGANI KOMITMEN UNTUK MENANAM DAN MERAWAT BIBIT POHON PRODUKTIF TERSEBUT SECARA SWADAYA.

WAKTU KEGIATAN : 15.30-18.00
TEMPAT                 : BUNDARAN GKB SEBELAH UTARA (KAWASAN MANYAR) GRESIK
AGENDA                : BAGI-BAGI POHON PRODUKTIF DAN TA'JIL
PELAKSANA           : ALIANSI PEDULI LINGKUNGAN HIJAU (APEL HIJAU) GRESIK
                                KERJASAMA GRESIK INSTITUTE & DPC F SP LEM SPSI KABUPATEN GRESIK.

DUKUNG DAN HIJAUKAN GRESIK DENGAN MENAMBAH SATU POHON PRODUKTIF DIRUMAH ANDA.

 

Selasa, 15 Februari 2011

PMII Tuntut Audit Pendapatan PT Gresik Migas

PMII Tuntut Audit Pendapatan PT Gresik Migas thumbnail

Gresik (beritakota.net) – Ratusan massa mengatasnamakan Masyarakat untuk Transparasi Gresik ( Mata Gresik) berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Gresik terkait audit keuangan PT Gresik Migas yang dianggap menghamburkan uang rakyat, Rabu (26/1). Mata Gresik didukung oleh Forum Kota Gresik ( Forkot ), BEM UMG, BEM Raden Santri, BEM Ungres, Forum Peduli Indonesia ( Forpin ), Gresik Institute ( GI ), PC PMII Gresik, PWYP JATIE, dengan peserta sekitar 150 orang, dan sempat terjadi aksi saling dorong dengan aparat polisi di depan pintu gerbang DPRD Gresik.

Tuntutan Mata Gresik terdiri atas empat point, antara lain : audit keuangan PT Gresik Migas yang menghamburkan anggaran APBD Gresik, mengevaluasi total terhadap menegement PT Gresik Migas, usut tuntas indikasi penyimpangan proses operasional PT Gresik Migas yang mengakibatkan konflik antar pelaku usaha dan mencoreng nama baik Gresik di mata internasional, dan menolak secara tegas segala bentuk aktifitas PT Gresik Migas yang merugikan rakyat Gresik khususnya mega proyek pemasangan dan pengoperasian jaringan pipa penyalur, instalasi, metering sistem gas demi kelangsungan lingkungan hidup.

Sementara Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Gresik (PMII) beserta BEM se kabupaten Gresik memberikan tuntutan yang hampir sama, intinya yaitu; periksa panitia lelang distribusi gas bumi PT Gresik Migas, audit anggaran pembangunan Gresik Migas, berhentikan proyek pemasangan pipa saluran gas bumi PT Gresik Migas, dan reformasi birokrasi BUMD Gresik Migas.

PT Gresik Migas yang dikonfirmasi membeberkan fakta bahwa PT Gresik Migas dibentuk sejak tahun 2007 berdasar akte notaris atas persetujuan DPRD, sementara pada 20 Mei 2010 PT Gresik Migas memperoleh hak jual menyalurkan gas Kodeco sebesar 17.000 MMBTU mulai 1 Februari 2011, yaitu melalui perjanjian kerja sama jual beli gas antara PT Gresik Migas dengan Kodeco, Pertamina dan CNOOC Madura Ltd.

Ketika Bupati Gresik yang baru dipilih dan dilantik memanggil jajaran direksi BUMD dan didapati kenyataan PT Gresik Migas bekerja sama dengan PT AEI dengan mendapat keuntungan sebesar 0,05 USD/MMBTU atau setara Rp 2,5 milyar per tahun dipotong biaya operasional, namun setelah melalui lelang terbuka yang dimenangkan oleh Perusahaan Gas negara ( PGN) mendapat keuntungan sebesar 0,70 USD /MMBTU atau setara dengan Rp 35 milyar per tahun tanpa mengeluarkan biaya dan tidak membangun infra struktur.

Direktur utama PT Gresik Migas Bukhori dengan didampingi kuasa hukumnya H Hariyadi SH. MH menjelaskan bahwa menejemen yang baru jelas lebih menguntungkan Gresik ,” Saat ini kami dapat setor Rp 35 milyar pertahun tanpa biaya, kalau periode kemarin hanya setor 2,5 milyar per tahun itu pun harus membangun jaringan, mana sekarang yang lebih menguntungkan buat Pemerintahan Gresik dan masyarakat secara luas ?,” katanya memaparkan. (*/ali/yan)

beritakota.net , January 26th, 2011

Minggu, 13 Februari 2011

PREDIKSI LAJU SEDIMENTASI DI MUARA KALI LAMONG MENGGUNAKAN MODEL MATEMATIS ALIRAN DAN ANGKUTAN SEDIMEN

Kali Lamong mengalirkan debit aliran yang membawa sedimen ke muara Teluk Lamong. Kemiringan dasar sungai di hilir dan muara relatif landai sehingga kecepatan aliran menjadi kecil. Selain oleh kemiringan dasar sungai yang memperlambat kecepatan aliran, juga disebabkan oleh pasang air laut, karena pada saat kecepatan aliran kecil, maka sedimen yang terbawa aliran tersebut akan mengendap. Proses ini berlangsung terus menerus sehingga pengendapan sedimen semakin lama semakin tinggi. Akibatnya dasar sungai di muara menjadi dangkal. Oleh sebab itu dilakukan penelitian untuk memprediksi laju sedimentasi dan mengetahui parameter-parameter penting yang ada di dalam permodelan matematis aliran dan angkutan sedimen di muara Kali Lamong tersebut. Penelitian diawali dengan studi literatur, diskritisasi model, pengumpulan data primer dan data sekunder, pembuatan geometri, memasukan data primer dan sekunder sebagai input di program, memasukkan parameter aliran agar hasil simulasi mendekati kondisi di lapangan. Data lapangan yang digunakan sebagai kalibrasi adalah hasil pengukuran kecepatan di lapangan dari Lembaga Penelitian ITS (2001). Untuk model matematis ini, digunakan suatu program yang sesuai dengan permodelan pantai yaitu program SMS versi 8.0. Dari hasil kalibrasi diperoleh nilai parameter koefisien viskositas eddy (E) sebesar 50.000 pa detik dan nilai parameter koefisien manning (n) sebesar 0,022, nilai tersebut didapatkan suatu nilai RMSE kecepatan sebesar 0,1170 m/dtk. Pada penelitian ini juga dilakukan sensitifitas analisis pada parameter model. Sehingga disimpulkan bahwa parameter yang banyak berpengaruh pada model angkutan sedimen penelitian ini adalah parameter koefisien Kekasaran Manning, Koefisien Difusi dan konsentrasi sedimen yang berasal dari sungai. Sedangkan perubahan koefisien Viskositas Eddy tidak terlalu banyak berpengaruh didalam permodelan aliran. Hasil prediksi laju sedimentasi di Muara Kali Lamong diperoleh perkiraan sebesar 0,116 m per tahun.
(Discharge Kali Lamong brings sedimentation to the Lamong Bay estuary. The river bed slope between upstream and the estuary is relatively flat, so the stream velocity become low. Besides of the small river slope which making the stream slowed, it also caused by the tide of the sea. Because when the stream�s velocity is slow, the sediment carried will be accumulated in the river bed. This process occurs continually until the sedimentation got more and more by the time. As a result, river bed in the estuary became shallow. Because of it, a research is held to predicting sedimentation rate and knowing essential parameters that affecting mathematics flow modeling and sediment transport of the estuary of Kali Lamong. This research started with doing literature study, discretiation of the model, collecting primary and secondary data, making geometry, and inputting flow parameter in order to obtain similar result of simulation if compared with the real condition. Observation data used as the calibration here is the result of velocity measurement on the location performed by Lembaga Penelitian ITS (2001). For the mathematical program, a software which is suit with coastal model, SMS version 8.0 is used. From the result of calibration, obtained that the parameter value of Eddy viscocity coefficient (E) is 50,000 Pa second and parameter value of Manning coefficient (n) is 0.022. From those value, a value of RMSE velocity of 0.1170 m/sec is achieved. Sensitivity analysis to the model parameter is also performed in this research. So can be concluded that parameter that have a big effect of the sediment transport model of this research are Manning coefficient, diffusion coefficient, and sediment concentration that comes from the river, whereas the changing of Eddy viscosity coefficient doesn�t affecting that much on the flowing model. The prediction result of sedimentation rate in Kali Lamong estuary is approximately 0.116 m per year.)
Oleh SULISTYANINGSIH, BUTYLIASTRI ( 3107205710 )
Sumber Digital Library ITS Surabaya

Jumat, 11 Februari 2011

Isu pergantian direksi Pertamina menuai pro kontra

Isu pergantian direksi Pertamina menuai pro kontra
Posted by admin on February 7, 2011 in Berita

JAKARTA: Sejumlah kalangan menyayangkan adanya wacana terkait pergantian Direktur Utama PT Pertamina (Persero) jika tidak memiliki dasar yang kuat dan sebagian lainnya mengaku tak mempermasalahkan hal tersebut asalkan kepemimpinan BUMN migas itu tetap dikendalikan oleh orang yang kompeten.

Direktur Eksekutif Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan saat ini belum perlu dilakukan adanya pergantian Dirut Pertamina yang saat ini dijabat oleh Karen Agustiawan. Dia menilai saat ini belum ada urgensi dan alasan yang kuat untuk mengganti pucuk pimpinan Pertamina.

“Kalau cuma ingin diganti dan tidak ada alasan yang kuat. Untuk apa? Apalagi kalau kemudian kalau penggantinya belum tentu punya kemampuan yang sama. Ini kan malah aneh,” ujar Pri Agung kepada Bisnis, hari ini.

Menurut Pri Agung, posisi orang nomor satu di Pertamina sebaiknya memiliki kemampuan pengelolaan migas dan berpengalaman sehingga tujuan menjadikan BUMN migas itu sebagai perusahaan berkelas dunia bukan isapan jempol semata.

Dia pun berharap jajaran direksi Pertamina tidak memiliki kepentingan terhadap politik tertentu yang ditakutkan malah bisa menjadikan Pertamina sebagai sapi perahan segelintir elit politik pengusaha.

Selama kepemimpinan Karen, Pri Agung menilai orang nomor satu Pertamina saat ini termasuk positif jika dilihat dari sisi produksi Pertamina. Akan tetapi, lanjut dia, Pertamina masih harus banyak melakukan pembenahan dan efisiensi pada sektor hilir dan memperkuat bisnis hulunya.

“Pemerintah juga perlu mendorong keberpihakan pada Pertamina. Misalnya perlakukan yang sama pada penyaluran BBM. Jangan Pertamina terus yang disalahkan jika ada masalah pada stok dan penyaluran BBM di Tanah Air,” ujarnya.

Secara terpisah, Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria menilai sah-sah saja jika ada pergantian direksi di Pertamina, termasuk pada kursi Dirut.

Namun demikian, dia mengingatkan kalau nantinya benar ada pergantian maka, orang menduduki jajaran direksi serta Dirut Pertamina haruslah orang yang benar-benar menguasai bisnis migas serta punya kemampuan manajemen keuangan yang diatas rata-rata, disamping memiliki leader ship yang oke.

“Pertamina saat ini punya kewajiban hutang yang bunganya mencapai Rp4 triliun per tahun. Karenanya Pertamina memerlukan kepemimpinan-kepemimpinan yang tepat,” ujar Sofyano.

Lebih lanjut dia juga menyoroti kinerja Pertamina yang kedepan harus memperbanyak sumur-sumur baru. Menurut dia, sumur yang dimiliki Pertamina bisa habis dalam 5 tahun kedepan jika hanya mengandalkan sumur yang ada saat ini.

Presiden Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) Ugan Gandar mengatakan pihaknya tidak bermasalah jika nantinya ada pergantian direksi pada Pertamina termasuk pergantian Dirut. Namun pihaknya menyarankan agar pihaknya turut dilibatkan jika ada pergantian direksi.

“Sejatinya kalau pemegang saham mau ganti direksi dan mencari kandidatnya, mustinya tanya dong kami pekerja yang sudah bergelut dipertamina lebih dari 15 tahun, kami sangat paham siapa mereka dan bgmn track recordnya!! Sehingga pemegang saham jangan mempermalukan diri sendiri, diingatkan tidak pernah mau dengar,” ujar Ugan.

Lebih lanjut dia menegaskan kalau memang rencana pergantian ini karena kinerja direksi yang tidak tercapai, maka pihaknya menyarankan kepada pemegang saham Pertamina agar tidak ragu untuk merombak semua jajaran direksi. (gak)
(Sumber: Yuda Prihantoro, bisnis.com, 04 February 2011)

Pertamina Jadi Operator Gas di Blok Cepu

February 10, 2011

Jakarta – PT Pertamina (Persero) akan menjadi operator lapangan gas Jambaran dan Tiung Biru di Blok Cepu. Hal ini akan disepakati oleh Pertamina dan ExxonMobil pada 17 Feburari 2011.

Demikian disampaikan oleh Juru Bicara Wapres Yopie Hidayat mengenai hasil rapat energi pemerintah di kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu (9/2/2011).

“Cadangan gas di blok Cepu mencapai 1 triliun cubic feet (TCF). Produksinya kelak sekitar 150 MMSCFD. Setelah sepakat dan perjanjian selesai, Pertamina langsung melaksanakan konstruksi,” tutur Yopie.

Target produksi gas dari dua lapangan di blok Cepu ini akan dimulai 2014. Saat ini rencana detil investasi dan plan of development (POD) sedang disusun.

Selain soal pengembangan gas di blok Cepu, rapat yang dipimpin Wapres Boediono ini juga membahas soal pelaksanaan proyek gas di Natuna.

“Sudah ada penandatanganan head of agreement antara Pertamina dengan Exxon, Total, dan Petronas. Finalisasi production sharing contract (PSC) targetnya awal Mei 2011,” jelas Yopie.

Menurutnya, dalam rapat tersebut catatan pentingnya, dalam penyusunan PSC, Pertamina harus mengacu kepada grand design gas nasional. Tak boleh semua gas yang dihasilkan malah diekspor.

“Indonesia harus menjadi pusat pertumbuhan ekonomi bukan pusat pemasok energi,” kata Yopie.

Masih seputar produksi gas nasional, rapat tersebut juga membahas soal cadangan gas di blok Masela yang nilainya mencapai 10 triliun cubic feet (TCF). Gas dari Masela akan mulai mengalir di 2018, dan nanti akan dibangun terminal gas terapung yang kajiannya akan diselesaikan Kementerian ESDM akhir Maret 2011.(dnl/qom)
(sumber: Irwan Nugroho – detikFinance, Rabu, 09/02/2011)

berita CSR Gresik

SURABAYA: Pemkab Gresik tahun ini menyiapkan pembentukan tim untuk mengelola dana tanggung jawab sosial perusahaan sebagai langkah awal penyusunan peraturan daerah (Perda) tentang corporate social responsibility (CSR).

Bupati Gresik Sambari Halim Radianto menyatakan perda tentang CSR diperlukan sebagai dasar peruntukan dana tersebut, menyusul banyaknya perusahaan di Kabupaten Gresik yang melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Menurut dia, di Gresik terdapat sekitar 980 perusahaan skala menengah besar berstatus BUMN, BUMD dan swasta yang mendukung program pemda setempat dalam melaksanakan kepedulian sosial antara lain pemberian santuan kepada yakin piatu, pembangunan rumah keluarga miskin serta keluarga nelayan, pemberian beasiswa. Bahkan pada 2012 mendatang PT Petrokimia Gresik (Persero) akan membangun gapura selamat datang di Segoromadu yakni perbatasan antara Gresik dan Surabaya.

“Tahun ini kami bersama pihak perusahaan akan membentuk tim untuk mengelola dana CSR, mulai dari perencanaan hingga implementasi dilapangan,” ujarnya.

Hal itu diungkapkan saat menerima rombongan Komisi E DPRD Jatim yang melakukan kunjungan ke Pemkab Gresik, untuk mengetahui pelaksanaan CSR yang dilakukan perusahaan setempat.

Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim Fuad Maksum mengatakan kunjungan ke Gresik itu guna menimba pelaksanaan CSR yang dilakukan perusahaan swasta, terkait dengan penyusunan Perda Prov. Jatim tentang CSR.

“Selama ini kami lebih banyak memantau pelaksanaan CSR yang dilakukan BUMN berupa penyisihan keuntungan sebesar 2,5%, sementara di Gresik banyak perusahaan swasta melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan,” paparnya.

Sambari menilai Perda tentang CSR yang akan disusun Pemkab Gresik akan menyesuaikan dengan Perda serupa yang diterbitkan Pemprov Jatim. Diharapkan Perda CSR itu dapat menjelaskan secara detil tentang penggunaan dana bersangkutan.

oleh: adam A chevny
jan 18 2011

Kamis, 10 Februari 2011

NGAJI KEBIJAKAN CSR PROPINSI JAWA TIMUR

 

Sejarah Umum dan Kebijakan CSR di Indonesia



Tuntutan masyarakat dan perkembangan demokrasi serta derasnya arus globalisasi dan pasar bebas, sehingga memunculkan kesadaran dari dunia industri tentang pentingnya melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Walaupun sudah lama prinsip prinsip CSR diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam lingkup hukum perusahaan. Namun amat disesalkan dari hasil survey yang dilakukan oleh Suprapto pada tahun 2005 terhadap 375 perusahaan di Jakarta menunjukkan bahwa 166 atau 44,27 % perusahaan menyatakan tidak melakukan kegiatan CSR dan 209 atau 55,75 % perusahaan melakukan kegiatan CSR. Sedangkan bentuk CSR yang dijalankan meliputi; pertama, kegiatan kekeluargaan (116 perusahaan), kedua, sumbangan pada lembaga agama (50 perusahaan), ketiga, sumbangan pada yayasan social (39) perusahaan) keempat, pengembangan komunitas (4 perusahaan). Survei ini juga mengemukakan bahwa CSR yang dilakukan oleh perusahaan amat tergantung pada keinginan dari pihak manajemen perusahaan sendiri. Hasil Program Penilaian Peringkat Perusahaan (PROPER) 2004-2005 Kementerian Negara Lingkungan Hidup menunjukkan bahwa dari 466 perusahaan dipantau ada 72 perusahaan mendapat rapor hitam, 150 merah, 221 biru, 23 hijau, dan tidak ada yang berperingkat emas.
Dengan begitu banyaknya perusahaan yang mendapat rapor hitam dan merah, menunjukkan bahwa mereka tidak menerapkan tanggung jawab lingkungan. Disamping itu dalam prakteknya tidak semua perusahaan menerapkan CSR. Bagi kebanyakan perusahaan, CSR dianggap sebagai parasit yang dapat membebani biaya “capital maintenance”. Kalaupun ada yang melakukan CSR, itupun dilakukan untuk adu gengsi. Jarang ada CSR yang memberikan kontribusi langsung kepada masyarakat. Kondisi tersebut makin populer tatkala DPR mengetuk palu tanda disetujuinya klausul CSR masuk ke dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU PM). Pasal 74 UU PT yang menyebutkan bahwa setiap perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Jika tidak dilakukan, maka perseroan tersebut bakal dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Aturan lebih tegas sebenarnya juga sudah ada di UU PM Dalam pasal 15 huruf b disebutkan, setiap penanam modal berkewajiban melaksankan tanggung jawab sosial perusahaan. Jika tidak, maka dapat dikenai sanksi mulai dari peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal, atau pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal (pasal 34 ayat (1) UU PM). Tentu saja kedua ketentuan undang-undang tersebut membuat fobia sejumlah kalangan terutama pelaku usaha lokal.

Apalagi munculnya Pasal 74 UU PT yang terdiri dari 4 ayat itu sempat mengundnag polemik. Pro dan kontra terhadap ketentuan tersebut masih tetap berlanjut sampai sekarang. Kalangan pelaku bisnis yang tergabung dalam Kadin dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang sangat keras menentang kehadiran dari pasal tersebut. Pertanyaan yang selalu muncul adalah kenapa CSR harus diatur dan menjadi sebuah kewajiban ? Alasan mereka adalah CSR kegiatan di luar kewajiban perusahaan yang umum dan sudah ditetapkan dalam perundang-undangan formal, seperti : ketertiban usaha, pajak atas keuntungan dan standar lingkungan hidup. Jika diatur sambungnya selain bertentangan dengan prinsip kerelaan, CSR juga akan memberi beban baru kepada dunia usaha. Apalagi kalau bukan menggerus keuangan suatu perusahaan.
Pikiran-pikiran yang menyatakan kontra terhadap pengaturan CSR menjadi sebuah kewajiban, disinyalir dapat menghambat iklim investasi baik bagi perseroan yang sudah ada maupun yang akan masuk ke Indonesia. Atas dasar berbagai pro dan kontra itulah tulisan ini diangkat untuk memberikan urun rembug terhadap pemahaman CSR dalam perspektif kewajiban hukum.
Sejak dikeluarkan Undang-undang tentang Perseroan Terbatas Nomor : 40 tahun  2007 pada Bab V tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, yaitu mengatur kewajiban perusahaan untuk memprogramkan dan melaksanakan tanggungjawab sosial perusahaan atau lebih dikenal Corporate Social Responsibility (CSR). Undang-undang tersebut diutamakan pada perusahaan yang kegiatan usahanya dalam bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan CSR.
Walaupun demikian seharusnya kebutuhan untuk melakukan CSR tanpa diatur dalam peraturan perundang-undangpun, perusahaan/korporasi secara voluntary melakukan CSR dan menjadi bagian operasional perusahaan untuk menjamin kelangsungan usaha perusahaan tersebut, serta yang melakukan CSR tidak terbatas pada korporasi yang menjalankan usaha dalam bidang sumber daya alam, misalnya usaha pertambangan. Kegiatan CSR sebagai bagian dari operasional perusahaan seharusnya diprogramkan dan dianggarkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) pada setiap tahunnya untuk mendapatkan persetujuan para shareholders. Kewajiban menjalankan CSR juga menjadi bagian penting dalam menjalankan apa yang disebut “Corporate Governance” (tata kelola perusahaan yang baik).
Komite Cadbury mendefinisikan CG, adalah suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar mencapai keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada shareholders. Definisi ini berkaitan dengan peraturan kewenangan Pemegang Saham, Direktur, Manajer dan sebagainya. OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) mendefinisikan CG adalah sekumpulan hubungan antara pihak manajemen perusahaan, board, pemegang saham, dan pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan. CG juga mensyaratkan adanya struktur perangkat untuk mencapai tujuan dan pengawasan atas kinerja. CG yang baik dapat memberikan rangsangan bagi board dan manajemen untuk mencapai tujuan yang merupakan kepentingan perusahaan, dan pemegang saham harus memfasilitasi pengawasan yang efektif, sehingga mendorong perusahaan menggunakan sumber daya dengan lebih efisien.  Kepmen BUMN 117/2002, mendefinisikan CG adalah suatu proses struktur yang digunakan oleh Organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan stakeholders lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa CG merupakan prisip pengelolaan perusahaan yang bertujuan untuk mendorong kinerja perusahaan serta memberikan nilai ekonomis bagi pemegang saham maupun masyarakat secara umum. Prinsip GCG diperlukan sebagai upaya untuk meraih kembali kepercayaan investor dan kreditor memenuhi tuntutan global, meminimalkan cost of capital (COC), meningkatkan nilai pemegang saham perusahaan serta mengangkat citra perusahaan. Prinsip GCG (Komite Nasional Governance, 2006), yaitu : Tranparancy, Accountability, Responsibility, dan Independecy serta Fairness.
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan CSR atau tanggungjawab sosial perusahaan, Komite Nasional Governance telah menyusun panduan prinsip dasar Responsibility, yaitu ; perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggungjawab terhadap masyarakat dan lingkungan, sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen. Pedoman pelaksanaan Responsibilty, yaitu : (a) Organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran dasar dan peraturan perusahaan (by-law), (b) Perusahaan harus melaksanakan tanggungjawab sosial dengan antara lain peduli terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan dengan membuat perencanaan dan pelaksanaannya secara memadai. 
Definisi CSR (Word Bank) The commitment of business to contribute to sustainable economic development working with employees and their representatives the local community and society at large to improve the quality of life, in ways that are both good for business and good for development. CSR (The World Business Council for Sustainable Development) Continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community at large.”. CSR (Lingkar Studi CSR Indonesia) “Upaya sungguh sungguh dari entitas bisnis meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan dampak positif operasinya terhadap seluruh pemangku kepentingan dalam ranah ekonomi, sosial dan lingkungan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan”. Dengan demikian CSR adalah suatu upaya dari entitas bisnis untuk meningkatkan image sebuah entitas bisnis kepada masyarakat dan mengurangi dampak negatif terhadap operasi entitas. Good image entitas bisnis akan meningkatkan nilai perusahaan melalui pengakuan positif oleh konsumen dan masyarakat.
Penelitian yang berkaitan dengan CSR pada perusahaan BUMN berkaitan dengan peningkatan kinerja perusahaan dilihat dari profitabilitas, resiko dan nilai pasar perusahaan (Fitri Ismiyanti dan Putu Anom Mahadwartha, 2006).  Profitabilitas (Return On Asset-ROA dan Return On Equity-ROE), Risk firm, Market value (price earning ratio-P/E ratio). Menyebutkan, bahwa CSR dan profitabilitas perusahaan mempunyai hubungan positif yang berarti bahwa pelaksanaan CSR secara singnifikan memberikan kontribusi positif terhadap profitabilitas perusahaan. CSR dan resiko perusahaan dilihat dari standar deviasi return mempunyai hubungan negative yang berarti CSR dan resiko berhubungan terbalik, CSR dan market value, dilihat harga saham dibandingkan laba per saham mempunyai hubungan positif, berarti bahwa CSR akan berdampak positif dengan harga pasar saham yang mencerminkan nilai perusahaan. Dengan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan CSR akan memberikan konstribusi positif dengan kinerja keuangan perusahaan, serta pelaksanaan CSR akan meningkatkan nilai perusahaan dilihat dari harga saham dan laba perusahaan (earning). Dengan uraian dan penelitian tersebut diatas, menjelaskan bahwa CSR menjadi topik menarik dalam pemberdayaan masyarakat (Community Development) dalam rangka mengurangi pengangguran dan kemiskinan di Jawa Timur.
Pemberdayaan masyarakat termasuk masyarakat Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi tidak hanya menjadi tugas dan tanggungjawab pemerintah pusat dan daerah, namun juga menjadi tugas dan tanggungjawab dunia usaha, sebagaimana dijelaskan Undang-undang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah No. 20 Tahun 2008 pasal 7 (tujuh), bahwa Dunia Usaha (Corporation) berperan serta menumbuhkan iklim usaha kondusif, yaitu dalam aspek pendanaan, sarana dan prasarana, informasi usaha, kemitraan, perizinan usaha, kesempatan berusaha, promosi dagang serta dukungan kelembagaan. Keterbatasan anggaran pembangunan untuk pemberdayaan masyarakat terutama masyarakat penggangguran dan miskin perlu dilakukan secara bersama antara pemerintah dan dunia usaha untuk diarahkan menjadi wira usaha yang mandiri, sehingga yang bersangkutan dalam jangka panjang diharapkan menjadi usaha mikro, kecil dan menengah yang mandiri dan berdaya saing. Pembiayaan untuk program community development, dilakukan dengan mengoptimalkan dana CSR yang diprogramkan oleh masing-masing perusahaan, seperti halnya yang dilakukan oleh BUMN sejak beberapa tahun yang lalu, dengan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan sesuai dengan Undang-undang Nomor : 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor : PER-05/MBU/2007 tanggal 27 April 2007. Juga di perusahaan swasta nasional dan multinasional, yiatu : PT. HM. Sampoerna, PT. ASTRA dan lain-lain.

Perda CSR dan Implikasinya terhadap  iklim investasi di jawa Timur
Tanggungjawab Sosial Perusahaan (TSP) atau Corporate Social Responsibility (CSR) telah rampung menjadi Perda dan disahkan propinsi, artinya semua perusahaan berstatus Perseroan Terbatas (PT), BUMN, dan BUMD akan dikenai pungutan 2,5 persen dari total keuntungan tiap tahunnya.
Pungutan ini tidak berlaku bagi perusahaan yang berbentuk CV, UKM, dan home industri. Pungutan sebesar 2,5 persen ini bukan berarti pemprov ingin meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), tetapi hal ini merupakan upaya responsive bagi perusahaan yang telah berdiri di Jatim, hasil pungutan dari perusahaan-perusahaan tidak akan dimasukkan ke dalam APBD, atau APBN. Tetapi, hasil pungutan ini akan dimasukkan ke kas daerah dibawah pimpinan Bappeprov.Di setiap kota nantinya perusahaan-perusahaan membuat forum perkumpulan pengusaha. Forum inilah yang nantinya akan memungut CSR 2,5 persen dari total keuntungan perusahaan tiap tahunnya. Kemudian hasil pungutan tersebut akan disetor ke kas.
Selain memungut, forum ini juga dapat mengelola pendapatan dari pungutan CSR dengan koordinasi dengan Bappeprov. Pengelolaan dana CSR ini dapat diwujudkan dengan pembangunan infrastruktur, atau untuk kesejahteraan warga.
forum style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">tersebut melakukan penilaian terhadap kualitas jalan disekitar perusahaannya rusak, dan perlu dilakukan perbaikan, pada saat yang sama APBD atau APBN tidak cukup untuk pembangunan infrastruktur disitulah alokasi dana CSR diperuntukkan. Begitu juga untuk anggaran kesehatan buruh, dapat diambilkan dari pungutan CSR, untuk menentukan nominal pungutan tersebut dapat dilihat dari nominal pajak perusahaan.
Selain itu juga CSR dapat juga berupa penghargaan dengan memberikan beasiswa kepada karyawan, atau warga yang tidak mampu membayar biaya pendidikan. Beasiswa ini diberikan bagi mereka yang berkemampuan akademis (berprestasi). Penyediaan subsidi berupa pembiayaan untuk proyek-proyek pengembangan masyarakat, penyelenggaran fasilitas umum, dan bantuan modal usaha skala kecil dan menengah melalui kredit bunga rendah.

Kesimpulan
1.      Ketegasan dalam mengimplentasikan produk-produk kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan CSR memang sangat diperlukan dalam rangka memberikan kepastian hukum kepada Pelaku Usaha dan masyarakat selaku Obyek sekaligus subyek dari CSR.
2.      Pelaksanaan CSR dalam rangka mengimplementasikan kebijakan tersebut haruslah melalui proses komunikasi yang bersifat partisipatif dengan terlebih dulu melakukan pembacaan terhadap potensi kawasan dan dan problematika kawasan secara komprehensif untuk menyusun skala program CSR yang efektif dan terukur.
3.      Pemenuhan terhadap aspek keberlanjutan dan keterberdayaan dalam pengelolaan CSR haruslah menjadi prioritas disamping pembangunan infrastruktur penunjang.



Saran-saran
1.      Pemerintah perlu terus melakukan sosialisasi kepada para pelaku usaha untuk menyamakan persepsi mengenai pentingnya CSR dalam mewujudkan iklim penanaman modal di Indonesia.
2.      Dibutuhkan konsistensi dan komitmen baik dari pemerintah maupun pelaku usaha (investor) dalam melaksanakan CSR sebagai suatu kewajiban hukum

Daftar pustaka
Dr. Sukarmi, S.H.,M.H. Januari 2010, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate social Responsibility) dan Iklim Penanaman Modal
Sutarto. SE. M.Si, 2010, Good Corporate Governance (gcg)
Suprapto, Siti Adipringadi Adiwoso, 2006, Pola Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Lokal di Jakarta , Galang vol. 1 No. 2, Januari 2006.

John Elkington, Cannibals with Forks,The Triple Bottom Line of Twentieth Century Business
, dikutip dari Teguh Sri Pembudi, CSR, Sebuah Keharusan dalam Investasi Sosial, Pusat
Penyuluhan Sosial (PUSENSOS) Departemen Sosial RI, Jakarta, La Tofi Enterprise, 2005, h.
19.

Senin, 07 Februari 2011

kegiatan bedah buku

Bedah Buku dari kiai kampung ke NU miring

Analisis Rencana Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten Gresik Tahun 2011




Catatan Kritis RAPBD Gresik 2011

Oleh : Tim Analisis Gresik Institute

A. Pendahuluan
Salah satu kebijakan penting yang dibuat pemerintah daerah kemudian dibahas serta disahkan oleh DPRD adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sebagai sebuah kebijakan strategis tahunan yang berdimensi ekonomi, politik, dan sosial di daerah, sudah seharusnya Kebijakan fiskal ini mencerminkan kehendak ekonomi, politik dan sosial masyarakat, sehingga kebijakan tahunan ini mampu mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi, melalui proses politik yang demokratis untuk mengatasi masalah – masalah kemiskinan, pengangguran, pelayanan publik menuju tercapainya kwalitas hidup masyarakat yang lebih baik.
Disamping Sebagai sebuah kebijakan strategis tahunan dalam menentukan arah pembangunan daerah, Anggaran juga pada hakekatnya merupakan perwujudan amanah rakyat kepada eksekutif dan legistatif untuk meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan umum kepada masyarakat. Oleh karena itu anggaran daerah harus mampu mencerminkan kebutuhan riil masyarakat di daerah itu. Akan tetapi cita-cita mulia tersebut untuk kasus APBD Gresik masih menyisakan berbagai masalah mulai yang bersifat teknis sampai kepada masalah – masalah mendasar yang perlu dicarikan jalan keluar bersama, agar anggaran daerah sebagai alat mewujudkan cita-cita kesejahteraan masyarakat segera terpenuhi.
Memasuki tahun 2011, telah delapan kalinya (pertama pada tahun 2004) Pemerintah Kabupaten Gresik telah menerapkan format baru dalam RAPBD, yaitu anggaran yang berbasis kinerja (Performance based Budget). Sebuah sistem baru yang secara resmi diatur dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 29 tahun 2002. Sebagai tindak lanjut atas Kepmen tersebut, sudah seharusnya Pemerintah Daerah Gresik segera membuat Peraturan Daerah (Perda) tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah. Perda itu penting karena mengatur mekanisme secara opersional penyusunan anggaran di daerah. Mulai dari perencanaan, penggalian aspirasi, ruang publik, dan tentunya juga mengatur batas maksimal penyampaian dokumen RAPBD oleh eksekutif untuk di bahas di tingkat DPRD.
Pada tahun kedelapan ini, seharusnya proses penyusunan APBD di Kabupaten Gresik mengalami kemajuan yang lebih baik. Termasuk di sini adalah bagaimana Pemerintahan Daerah (Pemda dan DPRD) membuka ruang publik, untuk menjamin transparansi, partisipasi dan akuntabilitas kebijakan publik, khususnya tentang anggaran. Karena ditinjau dari sisi pendapatan, sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar 98% diperoleh dari pajak dan retribusi yang merupakan beban langsung masyarakat Kab. Gresik. Hal ini berarti peran masyarakat secara langsung dan nyata dalam APBD 2011 sangat besar. Oleh karena itu, tranparansi dan partisipasi publik dalam semua proses penganggaran merupakan suatu keharusan yang tidak bisa ditunda lagi
Gresik Institute sebagai forum masyarakat pemerhati masalah-masalah anggaran di Indonesia merasa perlu untuk menyampaikan pendapatnya terhadap RAPBD Gresik 2011, sebagai bahan masukan bagi semua pihak baik eksekutif , legislatif maupun masyarakat agar rancangan perda APBD 2011 ini lebih akuntable dan berpihak kepada rakyat. Tentu hasil analisis ini belum maksimal, karena minimnya data atau dokumen pendukung Analisis seperti Poldas, Renstrada, AKU APBD, RASK dll.
B. Umum
  1. Arah dan Kebijakan Umum
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 29 tahun 2002 dan UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, proses penyusunan APBD dimulai dengan penyusunan dan penyepakatan Arah dan Kebijaksanaan Umum APBD oleh Pemerintah Daerah dan DPRD. Proses ini didasarkan pada penjaringan aspirasi masyarakat, Rencana Strategis (Renstra) daerah, Kebijaksanaan Pemerintah Pusat/Propinsi, dan kondisi riil yang berkembang. Setelah Arah dan Kebijaksanaan Umum APBD disepakati Pemda dan DPRD yang dituangkan dalam Berita Acara Kesepakatan, selanjutnya setiap unit kerja menyusun Strategi dan Prioritas APBD, yang dikonfirmasikan ke DPRD. Kemudian selanjutnya Kepala Daerah membuat Surat Edaran tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Unit Kerja. Setiap unit kerja menindaklanjuti dengan membuat Visi, Misi, Tugas Pokok dan Fungsi, Tujuan, Sasaran, Rencana Kegiatan, dan Rencana Anggaran Unit Kerja yang dilengkapi dengan tolok ukur dan indikator kinerja . Tim Anggaran (Eksekutif) kemudian melakukan penilaian terhadap usulan masing-masing unit kerja tersebut. Setelah proses ini selesai dan Tim Anggaran menyusun RAPBD. Kemudian Kepala Daerah mengajukan RAPBD tersebut kepada DPRD untuk dibahas dan dimintakan persetujuan.
Tentu saja patut dipertanyakan, apakah proses dan mekanisme baku yang sudah diatur dalam Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 29 Tahun 2002 dan UU Nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara telah dilakukan sebaik-baiknya. Kalau mencermati dokumen dan proses yang ada, nampaknya proses dan mekanisme sebagaimana diatur dalam aturan tersebut belum dipenuhi.
  1. Rencana Anggaran Satuan Kerja (RASK)
Untuk melakukan penilaian mengenai efisiensi, efektifitas dan kinerja masing-masing anggaran, program, juga pada unit/satuan kerja, maka dibutuhkan Rencana Anggaran Satuan/Unit Kerja (RASK). Sebab, tanpa RASK apalagi dalam hampir setiap dokumen RAPBD sangat banyak pos yang tidak ada penjelasan dan rinciannya, maka penilaian RAPBD mengenai efisiensi dan efektifitasnya tidak dapat dilakukan.
Oleh karena itu sesuai UU no. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pasal 19 ayat (1 s/d 4) tim anggaran pemerintah harus menyerahkan RASK kepada DPRD untuk dibahas/dinilai dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD. Agar dapat diukur apakah input atau alokasi anggaran yang dipakai/direncanakan rasional dengan target output yang akan di capai serta dampak yang diperkirakan.
A. Pendapatan :
Untuk tahun 2011 Total pendapatan yang direncanakan dalam RAPBD oleh kabupaten Gresik sebesar Rp. 1.075.931.388.995,- bersumber dari target perolehan PAD sebesar Rp 194.979.719.995,- dan ditambah perolehan dana perimbangan Rp. 749.977.800.000,- dan pendapatan lainnya Rp. 130.973.869.000,- jika dibandingkan dengan daerah lain di jatim perolehan PAD gresik cukup tinggi 18,12 % dari total pendapatan, sumber PAD diperoleh dari pajak daerah Rp. 68.460.199.000,- Retribusi daerah Rp. 19.536.816.500,- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Rp. 1.200.000.000,- dan lain-lain pendapatan asli daerah Rp. 105.782.704.495,-
Sumber PAD Kabupaten Gresik dari Perolehan pajak daerah sebesar Rp. 68.460.199.000,- atau senilai 92,51 % nya diperoleh dari Pajak penerangan jalan Rp. 63.337.199.000,- sehingga kinerja pemerintah daerah sampai saat ini hanya menambah perolehan PAD sebesar 7,49% dari pajak daerah yang tentunya sangat tidak sebanding dengan alokasi anggaran yang dikeluarkan untuk membiayai belanja pegawai di pos ini yaitu sebesar Rp. 39.500.207,073,-
Gresik sebagai pelopor kota industri di jawa timur seharusnya mempunyai keunggulan komparatif daerah yang dengan keunggulan itu managemen pemerintahannya lebih kreatif mampu meningkatkan PAD nya tanpa menambah beban langsung kepada masyarakat melalui pajak dan retribusi. Disamping juga peningkatan PAD melalui menekan kebocoran-kebocoran pada sumber-sumber PAD.
B. Belanja :
Total Belanja dalam RAPBD Kabupaten Gresik tahun 2011 sebesar Rp. 1.121.765.994.817,- perlu dicermati secara lebih hati-hati untuk menganalisis dan menilai kelayakannya. Karena banyak ditemukan ha-hal yang sulit atau bahkan tidak mungkin menilai kewajarannya. Karena minimnya informasi yang disampaikan dalam dokumen RAPBD, Beberapa dapat disebutkan antara lain:
1). Total Belanja yang diperkirakan sebesar Rp. 1.121.765.994.817,- dipergunakan untuk belanja aparatur daerah Rp. 585.750.000.000,- atau sama dengan 52,2 % dari total belanja; belanja publik sebesar Rp. 330.940.473.921,- atau sama dengan 29,5 % dari total belanja, sisanya dipergunakan untuk belanja bagi hasil dan bantuan keuangan sebesar Rp. 79.849.847.420,- atau 7,12 % dari total belanja dan belanja tidak tersangka Rp. 2.000.000.000,- atau sama dengan 0,18 % dari total belanja.
2). Sepintas komposisi anggaran tersebut cukup bagus karena porsi belanja publik mencapai 29,5 % dari total belanja, tetapi jika dicermati lebih mendalam pada pos belanja publik dari belanja sejumlah Rp. 330.940.473.921,- tersebut 68,8 % nya atau senilai Rp. 227.834.843.938,- kembali untuk belanja keperluan aparatur. Sedangkan sisanya 31,2 % nya atau senilai Rp. 103.105.629.983,- dipergunakan untuk belanja modal yang bermanfaat langsung kepada masyarakat. Porsi belanja modal (belanja langsung ke masyarakat) yang kecil ini disebabkan oleh besarnya pos belanja untuk keperluan aparatur Rp. 813. 584.843.938,- setara dengan 72,5 % dari total belanja ( dipergunakan untuk gaji sebesar Rp. 646.308.790.620,- sedangkan sisanya Rp. 167.276.053.318,- dipergunakan untuk Belanja barang dan jasa, perjalanan dinas, dan pemeliharaan) ini menunjukan bahwa masih besarnya anggaran yang dipergunakan untuk membiayai rutinitas pemerintahan dari pada anggaran untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, oleh karena itu berakibat pada sangat sedikitnya anggaran untuk peningkatan kwalitas pendidikan, kesehatan dan penanggulangan kemiskinan, dan pembangunan infrastuktur daerah.
3). Belanja modal pada pos pelayanan publik total sebesar Rp. 103.105.629.983,- jumlah ini setara dengan 9,19 % dari total belanja, tentu untuk ukuran kabupaten gresik dengan jumlah penduduk 1.069.318 jiwa dan jumlah desa 356 dari 18 kecamatan belanja modal ini terlalu kecil untuk dapat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah dan kelangsungan fungsi produksi seperti amanat yang tetuang dalam dokumen kebijakan umum pemerintah kabupaten Gresik
C. DPRD DAN SEKRETARIAT DPRD.
Total belanja DPRD dan Sekretariat DPRD Gresik sebesar Rp. 31.351.071.800,- dipergunakan untuk belanja DPRD Rp. 11.272.488.600,- dan sekretariat Rp. 20.078.583.200,- kiranya perlu di cermati lebih dalam agar penyusunan Rencana anggaran belanja unit ini sesuai dengan PP 24 – 2004 tentang kedudukan protokoler dan keuangan pimpinan dan anggota dewan perwakilan rakyat daerah, langkah ini semata-mata untuk menjaga prinsip kehati-hatian dan penghematan dalam penyusunan anggaran:
Di Pos DPRD Terdapat tunjangan perumahan kepada 50 anggota DPRD total sebesar Rp. 4.170.000.000,- ( Rp. 83.000.000 / anggota / tahun. ) hal ini perlu ditinjau apakah standart tunjangan perumahan yang ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah yang dipakai sudah memenuhi prinsip penghematan, kepatutan dan kewajaran ?.
D. SEKRETARIAT DAERAH:
Total belanja unit SETDA sebesar Rp. 68.236.833.840,- dipergunakan untuk Aparatur daerah Rp. 11.624.766.940,- ,Total belanja perjalanan Dinas unit ini Rp. 2.250.556.400 Total belanja makan minum kantor unit ini sebesar Rp. 2,027,740,500.00 diperlukan penjelasan rinci agar belanja makan minum yang demikian besar dapat diukur rasionalitas dan kelayakannya.
Dalam pos ini terdapat belanja modal alat angkutan darat bermotor Rp. 11.952.530.000,- yang dialokasikan untuk pengadaan mobil mewah, hal ini memberikan kesan bahwa Pemerintah tidak memiliki sense of crisis atas realitas berupa kualitas pelayanan publik yang masih rendah dan perlunya memprioritaskan permasalahan-permasalahan yang lebih substantif seperti peningkatan percepatan pembangunan desa dengan menambah alokasi dana desa sebagai bentuk komitmen terhadap peningkatan kualitas otonomi desa, ataupun permasalahan publik yang masih belum digarap maksimal terutama disegmen penaggulangan kemiskinan, pemerataan kesempatan dan akses dibidang pendidikan dan pelayanan kesehatan.
E. DINAS PENDAPATAN DAERAH:
Total belanja unit kerja ini sebesar Rp. 250.704.727.969,-, pendapatan yang dipatok dapat dikumpulkan dari dinas ini sebesar Rp. 967.141.868.000,- diperoleh dari PAD ( pajak, retribusi dan lainnya ) sejumlah Rp. 86,190.199.000,- dan dana perimbangan Rp. 749.977.800.000,- untuk tahun 2011 pendapatan dari PAD turun Rp. 4.456.284.000,- dari tahun 2010 sebesar Rp. 164.196.714.489,72 sumber kenaikan PAD ini hampir seluruhnya direncanakan diperoleh dari Pajak penerangan jalan sebesar Rp. 63.337.199.000,- untuk tahun 2011 dari Rp. 30.000.000.000,- untuk tahun 2010 pajak penerangan jalan juga merupakan sumber PAD terbesar 92,52 % dari total PAD yang dikumpulkan oleh dinas ini.
Sementara itu total belanja dinas pendapatan Rp. 250.704.727.969.-. untuk itu perlu dipertanyakan kinerja dinas ini karena pajak dan retribusi selain pajak penerangan jalan yang berhasil dikumpulkan dinas pendapatan daerah sebenarnya Cuma Rp. 5.123.000.000,- jadi hasil kerja dinas ini tidak cukup untuk membiayai kebutuhan belanja pegawai di lingkungannya sendiri yaitu sebesar Rp 39.511.207.073,. Terdapat belanja honorarium yang peruntukannya tidak jelas sebesar Rp. 2,363,329,000.00 ,- pos ini potensial Duplikasi anggaran karena tidak ada perincian siapa dan oleh karena apa menerima honor dan insentif.
Tugas pokok dan fungsi dinas ini adalah sebagai pengumpul pendapatan bagi APBD, maka sebagai pengumpul uang sudah seharusnya melaksanakan prinsip-prisip trasparansi dan akuntabilitas sebagaimana yang diamanatkan UU atau peraturan lain tentang keuangan negara, sehingga sebagai AMIL dia terpercaya, akan tetapi ternyata Dinas ini paling parah dalam penyusunan anggarannya hampir semua item pendapatan maupun belanja tidak mencantumkan rincian atau keterangan baik dasar hukum maupun kegunaaan anggaran yang dapat dipakai untuk menilai efesiensi, efektifitas dan normatif nya anggaran.
Gresik, 29 Nopember 2010